Persembahanku

أهلا و سهلا selamat datang saudaraku. Ini bukti kesungguhanku untuk selalu bersamamu.

Kamis, 19 Juli 2012

Belajar Puasa

Tahun lalu berbeda dan tahun ini juga tidak sama. Saya sih ikut pemerintah aja. Pemerintah saya masih pemerintah muslim kok. Semoga ketidaksamaan ini tidak mempengaruhi buah hatiku yang sedang belajar puasa.
Pelajaran ini sebenarnya sudah dimulai tahun 1432 H. yang lalu. Mungkin karena bobot buah hatiku sedikit di atas rata-rata anak seusianya itu mempengaruhi ketahanannya pada godaan 'haus dan lapar', hampir beberapa menit sekali dia mengekspresikan kalimat 'haus Yah' 'lapar Bunda'.
Wajah memelasnya itu membuat kami sekeluarga sudah 'ngabuburit' mulai jam 3 sore. ngabuburit yang luar biasa.
Dulu waktu aku masih kecil juga begitu, tapi gak ada istilah ngabuburit dalam kamus orang tua ku. paling emak cuma bilang 'tahan aja, nanti juga pas buka puasa lega' titik.
Lain generasi, lain pula cara. Kadang cara yang diterapkan orang tua kita dulu cocok juga. buktinya kita-kita ini adalah barang contohnya.
Namun demikian perkembangan zaman jangan membuat kita terpaku dengan cara-cara 'lama' itu. Anak sekarang sepertinya tidak 'mempan' lagi dengan delikan mata dan suara wibawa orang tua. Generasi sekarang memerlukan 'intertain' yang lebih.
Beberapa hari yang lalu sudah ada 'deal' yang diajukan si buah hati pada bundanya. 'Bun...boleh ndak kalo kakak puasa satu hari dapat duit lima ribu?' eeee bundanya langsung bilang 'boleh'. Nah lo giliran begini aku yang berarti harus nyiapin lebih kurang 150 ribu buat 'intertain' anakku itu.
'intertain' ini aku rasa perlu juga, namu demikian aku gak mau membuat anakku tergantung dengan intertain ini. Beberapa pandangan aku sampaikan kepada anakku dengan harapan anakku tidak menjadi manusia yang matrealistik dan hedonis.
Trik lainnya yang sudah ku siapkan untuk puasa tahun ini adalah: menyiapkan bacaan dan CD edukasi yang cukup buat si buah hati plus mendinginkan kamarnya. Semoga dengan demikian ia tak lagi merengek dan puasanya bisa penuh seperti yang diazamkan dalam pamflet yang kami siapkan buat pawai ramadlannya beberapa hari yang lalu: 'Insya Allah tahun ini Ana puasa penuh, karena puasa itu asyiiiiik'

Senin, 16 Juli 2012

Ramadlan 1433 H/2012



Menurut laporan penelitian LIPI sebagaimana dirilis di http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=254007%3Apeneliti-awal-ramadhan-20-juli&catid=59%3Akriminal-a-hukum&Itemid=91  bahwa insya Allah Ramadlan tahun 1433 ini akan bertepatan dengan tanggal 20 Juli 2012 hari Jum’at. Menurut prediksi beberapa pengamat tanggal ini akan sedikit berbeda antara satu ormas dengan ormas lainnya.
Lalu bagaimana kita menyikapinya?
Puasa Ramadlan selain sebagai kewajiban ummat Islam juga merupakan syi’ar terbesar selain ‘Ied al-Fitri dan ‘Ied al-Adha. Syi’ar dan gema Ramadlan tidak hanya dirasakan oleh Ummat Islam tapi juga ummat beragama lainnya di seluruh dunia terutama di Indonesia yang mayoritas masyarakatnya adalah Muslim. Masyarakat Muslim Indonesia bahkan disebut sebagai Ummat Muslim terbesar di dunia.
Menurut hemat saya, alangkah tercemarnya syi’ar ini jika kita berbeda dalam melaksanakannya. Apalagi jika perbedaan itu menjurus pada ‘permusuhan’. Begitu banyak petunjuk Tuhan yang diarahkan kepada kita untuk tidak saling bermusuhan. Persahabatan dan kerukunan itu adalah sebuah bentuk kebenaran universal. Tidak satupun manusia yang menyukai permusuhan siapapun itu orangnya, kecuali mereka yang ‘tidak waras’.
Oleh karena itu seyogyanya kita melepas segala atribut yang ada lalu berpuasa secara bersama-sama. Inilah yang diinginkan oleh sabda Nabi SAW. berikut ini:

أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ جَعْفَرِ بْنِ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ مُحَمَّدٍ الْأَخْنَسِيِّ عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ وَالْفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَالْأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ الْعِلْمِ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالْفِطْرَ مَعَ الْجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ
(TIRMIDZI - 633) : Telah mengabarkan kepadaku Muhammad bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Mundzir telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ja'far bin Muhammad telah menceritakan kepadaku Abdullah bin Ja'far dari 'Utsman bin Muhammad Al Akhnasi dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda: " Berpuasa itu pada hari kalian berpuasa dan berbuka itu pada hari dimana kalian semua berbuka, demikian juga dengan Iedul Adlha, yaitu pada hari kalian semuanya berkurban." Abu 'Isa berkata, ini merupakan hadits hasan gharib, sebagian ulama menafsirkan hadits ini yaitu, Sesungguhnya shaum dan berbuka itu bersama jama'ah dan kebanyakan manusia.

Lalu apa barometer kebersamaan itu?
Jika dilihat dari kebiasaan di Indonesia bersama itu bisa terjadi jika pemerintah telah mengumumkan penetapan tanggal-tanggal. Masyarakat secara mayoritas akan merujuk pada pendapat tersebut. Jika apa yang diumumkan oleh pemerintah itu ternyata salah, maka kita sudah terlepas dari kesalahan itu dan yang menanggung beban adalah pemerintah. Akankah pemerintah khususnya dalam masalah penetapan Ramadlan ini menyesatkan kaum Muslim se-Indonesia? Rasanya sulit untuk mengatakan ‘iya’. Keyakinan saya menyatakan tidak secuil pun ada dalam benak pemerintah untuk melakukan hal yang kotor itu.
Oleh karena itu harapan saya kita tetap merujuk pada apa yang telah diarahkan pemerintah kita. Namun demikian secara jujur harus saya katakan juga bahwa masalah keyakinan adalah masalah hak individu. Tidak ada pemaksaan dalam masalah ini.
Yang terpenting adalah janganlah syi’ar terbesar Ummat Islam ini kita cemari ‘dari dalam’ dengan sendirinya. Wa Allahu a’lam. Selamat puasa saudaraku. Maafkan aku dan keluargaku dari segala kesalahan. Semoga Allah akan selalu memberikan rahmat-Nya bagi kita semua, Amin.

Sabtu, 14 Juli 2012

Barongko

Salah satu bentuk 'cinta' dari Bundanya anak-anak adalah dengan menyajikan berbagai kuliner. Kali ini si cantik itu menyodorkan barongko yang dia pelajari ketika kami masih tinggal di Makassar. Jadilah barongko ultah buatku yang nyaris memasuki usia kepala empat.
Sambil menjahit pakaian sekolah si sulung, 'yayang' ku itu memberikan tips and tricks membuat Barongko. Pengen tahu caranya? check it out!

Bahan:
- 1 sisir pisang gepok (kalo di Jambi disebut pisang sematu) yang sudah matang sempurna.
- Santan kurang lebih 750 ml
- Telur 4 butir
- Susu kental manis 1/2 kaleng
- Gula 250 ml atau sesuai selera
- Garam 1/2 sendok teh.
- Daun pisang untuk membungkus
- lidi

Cara Membuat:
Pisang dikupas diambil dagingnya dan buang bijinya. Setelah itu dihaluskan (bisa menggunakan blender atau cara manual). setelah halus campur dengan gula, garam, telur, santan, dan susu. aduk rata. Masukkan adonan ke dalam daun pisang seperti gambar, semat dengan menggunakan lidi. Kukus hingga matang. Kalo saya sih lebih enak makan Barongko dalam keadaan dingin, oleh karena itu Barongko saya dinginkan dulu dalam kulkas sebelum dimakan. Ingan kalo mau kulkasnya hemat, jangan masukkan Barongkonya dalam keadaan panas :) selamat mencoba!

Metode Tafsir Maudlu'iy


Berikut ini adalah pola yang digunakan dalam menulis tafsir dengan metode maud}u‘i>. Metode ini dikutip Rosihan Anwar, Metode Tafsir Maudhu’i (Bandung: Pustaka Setia, 2002) halaman 51.
a.       Menetapkan masalah yang akan dibahas
b.      Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
c.       Menyusun urutan-urutan ayat sesuai dengan masa turunnya, atau perincian masalahnya dengan memisahkan, misalnya antara periode Makkah (Makkiyyah) dan periode Madinah (Madaniyyah)
d.      Memahami korelasi ayat-ayat dan surat-suratnya
e.      Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits bahkan juga penemuan-penemuan ilmiah menyangkut masalah yang sedang dibahas.
f.        Menyusun pembahasan dalam suatu kerangka yang sempurna.

Minggu, 08 Juli 2012

KONSEP AL-INSAN DAN AL-BASYAR DALAM AL-QUR'AN


Oleh: Masiyan M. Syam[1] 
I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Berfikir tentang Manusia—dalam Bahasa Arab—diistilahakan dengan kata الإنسان (al-insan) dan البشر (al-basyar) merupakan sebuah usaha yang berat karena manusia merupakan makhluk ciptaan Allah swt. yang kompleks. Meskipun sudah ada berbagai ilmu yang mengkaji dan meneliti tentang manusia seperti Biologi, Embriologi, Psikologi, Antropologi, namun belum ada yang mampu mengungkap misteri manusia.[2]
Alexis Carrel—sebagaimana yang dikutip oleh Quraish Shihab[3]—menggambarkan tentang kesulitan yang dihadapi dalam penyelidikan tentang hakikat manusia. Alexis Carrel menyatakan bahwa pengetahuan tentang berbagai makhluk hidup secara umum dan manusia secara khususnya belum mencapai kemajuan seperti ilmu pengetahuan yang lain. Manusia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan serta amat kompleks, oleh karena itu tidak mudah untuk mendapatkan gambaran untuknya.
  Al-Qur'an menjawab permasalahan mengenai manusia dengan berbagai ungkapan. Di antara ungkapan yang digunakan oleh al-Qur'an mengenai manusia adalah:[4] a) al-Insan, al-Ins, Unas, Anasiy, dan insiy yang seluruhnya berasal dari huruf  ء (hamzah), ن (nun), dan س (sin). b) البشر (al-basyar), بنوا آدم (Banu Adam). Makalah sederhana ini akan mencoba mengungkap rahasia manusia melalui berbagai ungkapan tersebut.
B.     Permasalahan
1.      Bagaimana ungkapan al-Qur'an mengenai manusia?
2.      Apa Persamaan antara al-Insan dan al-Basyar dalam al-Qur'an?
3.      Apa Perbedaan antara al-Insan dan al-Basyar dalam al-Qur'an?
4.      Bagaimana keberadaan manusia dalam pandangan al-Qur'an?

C.    Metodologi
Dalam tulisan mengenai permasalahan konsep al-Insan dan al-Basyar dalam al-qur'an ini, penulis menggunakan metode maudhu’i[5] dimana penulis berusaha menempuh langkah-langkah sebagai berikut:[6]
1.      Menetapkan masalah yang akan dibahas.
2.      Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah yang akan dibahas.
3.      Menyusun ayat-ayat sesuai dengan perincian masalahnya, dengan memisahkan antara satu bagian dengan bagian lainnya.
4.      Memahami munasabat (korelasi) ayat atau surat.
5.      melengkapi pembahasan dengan hadis-hadis bahkan juga penemuan ilmiah yang menyangkut masalah yang dibahas.
6.      menyusun pembahasan dalam suatu kerangka yang sempurna.
7.      mempelajari semua ayat-ayat yang sama pengertiannya, atau mengkompromikan antara yang 'am (umum) dengan yang khash (khusus), atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga semuanya bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan atau pemaksaan. 
Langkah selanjutnya penulis melakukan berbagai analisis untuk menafsirkan ayat-ayat yang telah dikumpulkan. Sebagai pendukung analisis, penulis juga mengemukakan beberapa pendapat mufassir.
Tulisan ini merupakan penelitian sederhana. Oleh karena itu penulis hanya menitik beratkan pada ungkapan al-Insan dan al-Basyar, dan tidak menyibak makna Banu Adam. Jika terdapat ungkapan istilah terakhir, hal itu hanya untuk memperkaya pemahaman penulis.

II.          KONSEP  AL-INSAN DAN AL-BASYAR DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN
1.      Ungkapan al-Qur'an tentang Manusia
Sebagaimana disinggung di atas ada dua ungkapan al-Qur'an tentang manusia. Ungkapan tersebut adalah al-Insan dan al-Basyar. Berikut ini penulis akan mencoba mengemukakan ungkapan al-Qur'an tersebut satu persatu.
1.a. al-Insan
            Melalui program Digital Qur'an ver. 3.1[7] penulis menemukan ada 56 ayat yang mencantumkan kata الإنسان, ayat-ayat tersebut adalah yang tercantum pada surah: [4]:28, [10]:12, [11]:9, [14]:34, [15]:26, [16]:4, [17]:11, 67, 83, 100, [18]:54, [19]:66, 67, [21]:37, [22]:66, [23]:12, [29]:8, [31]:14, [32]:7, [33]:72, [36]:77, [39]:8, [39]:49, [41]:49, [41]:51, [42]:48, [43]:15, [46]:15, [50]:16, [55]:3, [55]:14, [70]:19, [75]:3, [75]:5, 10, 13, 14, 36, [76]:1, 2, [79]:35, [80]:17, [80]:24, [82]:6, [84]:6, [86]:5, [89]:15, [89]:23, [90]:4, [95]:4, [96]:2, [96]:5, [96]:6, [99]:3, [100]:6, dan [103]:2.           
Dalam al-Qur'an, kata ­al-Insan yang berakar kata dari huruf hamzah (ء), nun (ن), dan sin (س), memiliki kata turunan (derifasi) ins (إنس), unas (أناس), anasiyy (أناسي), insiyy (إنسي), dan Al-nas (الناس). Dari hasil pencarian kata derifasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Kata derifasi ins (إنس), ditemukan sebanyak 11 ayat yang terdapat pada surat: [27]:17, [41]:25, 26, [46]:18, [51]:56, [55]:33, 39, 56, 74, [72]:5, dan [72]:6.
2.      Kata unas (أناس) yang merupakan derifasi lainnya ditemukan sebanyak 5 ayat yang terdapat dalam surat: [2]:60, [7]:82, 160, [17]:71, dan [27]:56
3.      Kata anasiyy (أناسي) hanya ditemukan pada surat [25]:49.
4.      Kata insiyy (إنسي) ditemukan hanya pada surat [19]:26.
5.      Al-nas (الناس) ditemukan sebanyat 179 ayat yang terdapat pada surat: [2]:8, 13, 21, 24, 44, 94, 96, 102, 142, 143, 161, 164, 165, 168, 188, 199, 200, 204, 207, 213, 224, 243, 251, 264, 273, [3]:9, 21, 41, 46, 87, 97, 112, 134, 140, 173, [4]:1, 37, 38, 53, 54, 58, 77, 105, 108, 114, 133, 142, 161, 170, 174, [5]:32, 44, 49, 67, 82, 110, [6]:122, 144, [7]:85, 116, 144, 158, 187, [8]:26, 47, 48, [9]:3, 34, [10]:2, 19, 21, 23, 24, 44, 57, 60, 92, 99, 104, 108, [11]:17, 85, 103, 118, 119, [12]:21, 38, 40, 46, 49, 68, 103, [13]:1, 17, 31, [14]:1, 36, 37, 44, [16]:38, 61, [17]:60, 89, 94, 106, [18]:55, [19]:10, [20]:59, [21]:61, [22]:1, 2, 3, 5, 8, 11, 18, 27, 40, 49, 65, 73, 75, 78, [25]:50, [26]:183, [27]:16, 73, 82, [28]:23, [29]:2, 10, 67, [30]:6, 8, 30, 33, 36, 39, 41, [31]:6, 20, 33, [32]:13, [33]:37, 63, [34]:28, 36, [35]:3, 5, 15, 28, 45, [38]:26, [40]:57, 59, 61, [42]:42, [43]:33, [44]:11, [45]:26, [46]:6, [48]:20, [49]:13, [54]:20, [57]:24, 25, [62]:6, [66]:6, [83]:2, 6, [99]:6, [101]:4, [110]:2, [114]:1, 2, 3, 5, dan 6.
Kata ins (إنس) diartikan lawan dari jin (خلاف الجن). Anasiyy (أناسي) adalah jamak dari al-ins. Insiyy (إنسي) adalah sesuatu yang dinisbahkan kepada manusia[8]. Unas (أناس) adalah jamak dari al-ins[9]. dan Al-nas (الناس) berarti manusia.
Quraish Shihab menyatakan bahwa kata insan berasal dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Pendapat ini lebih tepat dari yang berpendapat bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa), atau nasa-yanusu (berguncang).[10]
Dalam hal ini penulis justru lebih cenderung kepada pendapat terakhir yang berpendapat bahwa kata insan terambil dari kata nasiya, hal ini disebabkan kata uns justru tidak ditemukan dalam al-Qur'an. Sementara kata nasiya ditemukan sebanyak 21 kali, di antaranya adalah:
Yusuf [12]:42
Dan Yusuf Berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat diantara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu." Maka syaitan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu tetaplah dia (Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya.
Al-Kahfi [18]:24
Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah" dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini".
Al-Kahfi [18]:63
Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya Aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan Aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
Al-Mu'minun [23]:110
Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka.
Al-Mujadalah [58]:19
Syaitan Telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya golongan syaitan Itulah golongan yang merugi.
Al-Hasyar [59]:19
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik.
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa bahwa salah satu sifat mendasar dari manusia adalah lupa, baik disebabkan oleh faktor internal maupun eksternal. Makna ini juga yang digunakan oleh al-Ashfahani. Penulis terakhir menyatakan bahwa kata al-insan berasal dari wazan إفعلان asalnya adalah إنسيان (lupa) disebut dengan istilah ini karena manusia telah melakukan perjanjian dengan Allah kemudian ia melupakannya.[11]  

1.b. al-Basyar
Melalui program yang sama penulis menemukan ada 37 ayat yang mencantumkan kata al-Basyar (البشر), ayat-ayat tersebut adalah 36 dalam bentuk tunggal, yaitu yang tercantum pada surah: [3]:47, 79, [5]:18, [6]:91, [11]:27, [12]:31, [14]:10, 11, [15]:28, 33, [16]:103, [17]:93, 94, [18]:110, [19]:17, 20, 26, [21]:3, 34, [23]:24, 33, 34,  [25]:54, [26]:154, 186, [30]:20, [36]:15, [38]:71, [41]:6, [42]:51, [54]:24, [64]:6, [74]:25, [74]:29, 31, 36, dan 1 dalam bentuk tatsniyah (dual), yaitu pada surat [23]:47.
Di dalam al-Qur'an kata al-Basyar (البشر) berakar dari huruf ba (ب), syin (ش), dan ra (ر), memiliki kata derifasi basysyir/yubasysyiru, busyra, mubsyirin, yastabsyirun, dan absyiru. Dari hasil pencarian kata derifasi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Kata basysyir misalnya yang tercantum dalam surat: [2]:25, 115, 223, [3]:21, [4]:138, [9]:3, [9]:34, [9]:112, [10:2], [10:87], [11]:71, [15]:55, [16]:58, 59,  nubasysyiru  misalnya: [15]:53 yubasysyiru  misalnya: [3]:39, 45, [9,21]/tubasysyirun  misalnya pada surat [15]:54.
2.      Kata busyra , misalnya yang terdapat pada surat: [2]:97, [3]:126, [8]:10, [10]:64, [11]:69, [11]:74, [12]:19, [16]:89, 102, [25]:22, [27]:2, [29]:31, [39]:17 dan [46]:12.
3.      Kata absyiru , terdapat pada surat: [41]:30.
4.      Kata  yastabsyirun , misalnya pada surat: [3]:170, dan 171.
5.      Kata mubsyirin, yang terdapat dalam surat: [2]:213, [4]:165, [6]:48, dan [18]:56.
Kata derifasi basysyir /yubasysyiru  berarti memberikan kabar gembira, busyra  berarti berita gembira, mubsyirin berarti pemberi kabar gembira (pemberi peringatan), yastabsyirun berarti bergembira, dan absyiru  berarti gembirakan.
            Al-Ashfahaniy[12] menguraikan kata al-basyar dengan menyebutkan kata al-basyroh (البشرة) yang berarti kulit luar (ظاهر الجلد), kemudian mengibaratkan disebutnya manusia itu sebagai basyar karena kulitnya yang tampak dengan jelas. Berbeda dengan binatang yang kulitnya tertutupi oleh bulu.
            Penulis kurang sependapat dengan hal tersebut, karena: 1. kata البشرة tidak dapat ditemukan di dalam al-Qur'an, 2. masih ada hewan yang kulit luarnya tampak dengan jelas. Oleh karena itu penulis cenderung mengembalikannya kepada maknanya dengan melihat kepada kata yang ada di dalam al-Qur'an sendiri yakni basyar (بشر). Kata terakhir diartikan oleh Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya[13] diartikan sebagai ظهور السئ مع حسن وجمال yang berarti tampaknya sesuatu dengan baik dan indah. Makna inilah—dalam hemat penulis—yang tersirat dari firman Allah swt. misalnya:
[12]:31
Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), Kemudian dia Berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha Sempurna Allah, Ini bukanlah manusia. Sesungguhnya Ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia."

2.      Persamaan antara al-Insan dan al-Basyar dalam al-Qur'an
Di antara persamaan antara al-Insan dan al-Basyar dalam al-Qur'an dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Kata al-Insan dan al-Basyar sama-sama ditempatkan ketika menunjukkan proses awal kejadian manusia. Pengertian ini misalnya dapat terlihat pada ayat 15:26,
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
dan pada ayat [15]:33
Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau Telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk"
b.      Kata al-Insan dan al-Basyar sama-sama menunjukkan arti manusia secara fisik. Pengertian ini misalnya dapat terlihat pada ayat [75]:3,
Apakah manusia mengira, bahwa kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?

dan pada ayat [19]:26
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku Telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".
      Pendapat penulis yang terakhir ini agaknya berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Bint Syati' yang menyatakan bahwa jika pemahaman manusia adalah aspek fisik, maka al-Qur'an menggunakan term basyar bukan al-insan.[14]

3.      Perbedaan antara al-Insan dan al-Basyar dalam al-Qur'an
Di antara hasil penelitian yang dilakukan, penulis menemukan perbedaan yang signifikan antara kata al-insan dan al-basyar. Perbedaan itu antara lain adalah:
a.       Kata al-insan digunakan untuk menunjukkan esensi manusia[15]. Hal ini dapat terlihat dari surat [15]:26
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
Kata al-Basyar digunakan untuk menunjukkan eksistensi manusia. Hal ini dapat terlihat dari ayat selanjutnya dari surat yang sama yakni surat [15]:28
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.
      Pada ayat terakhir ini ditemukan unsur baru yaitu penyempurnaan kejadian manusia. Berkenaan dengan penyempurnaan itu pula maka perbedaan lainnya adalah:
b.      Kata al-insan digunakan untuk menyebutkan manusia dengan keadaan awalnya, sementara kata al-Basyar digunakan untuk menyebutkan manusia dalam keadaan yang lebih sempurna, sebagaimana yang termaktub dalam surat [30:20]
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, Kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Dan surat [3]:47
Maryam berkata: "Ya Tuhanku, betapa mungkin Aku mempunyai anak, padahal Aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-lakipun." Allah berfirman (dengan perantaraan Jibril): "Demikianlah Allah menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu, Maka Allah Hanya cukup Berkata kepadanya: "Jadilah", lalu jadilah Dia.

c.       Ketika Allah swt. menyebutkan keadaan atau sifat-sifat positif, pada umumnya kata al-basyar yang digunakan, sebagai contoh sebagai berikut:



[12]:31
Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk, dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), Kemudian dia Berkata (kepada Yusuf): "Keluarlah (nampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa) nya, dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata: "Maha Sempurna Allah, Ini bukanlah manusia. Sesungguhnya Ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia."
[11]:27
Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami.
Sementara ketika menyebutkan keadaan atau sifat-sifat negatif, pada umumnya kata al-insan yang digunakan. Sebagi contoh:
Surat [43]: 15,
Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya[1349]. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah).
Surat [70]:19
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
4.      Manusia dalam Perspektif al-Qur'an
4.a. Penciptaan Manusia
                Manusia diberikan berbagai keistimewaan oleh Allah swt. Demikian istimewanya manusia hingga ia disebutkan sebanyak dua kali dalam rangkaian wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. [96]:1-5.  
Di dalam al-Qur'an—bahkan—ditemui sebuah surat yang diberi nama al-Insan, yakni surat ke-76.
Di dalam al-Qur'an dijelaskan bahwa manusia diciptakan dari tanah dan setelah sempurna dihembuskan kepadanya ruh. Hal ini dapat terlihat dengan jelas pada surat [38]:71-72. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa manusia itu tersusun atas dua unsur pokok, yaitu gumpalan tanah dan hembusan ruh. masing-masing unsur tersebut tak dapat dipisahkan.
Dalam al-Qur'an disebutkan juga bahwa informasi tentang akan diciptakannya manusia telah diinformasikan kepada malaikat. Informasi tersebut menyatakan bahwa manusia akan menjadi khalifah Allah swt. di muka bumi.[16]
            Atas fungsi terakhir inilah maka Allah swt. memberikan manusia akal yang digunakan untuk berfikir.[17]    

4.b. Sifat Manusia
            Dengan berfikir manusia akan memiliki perilaku yang berbeda. Perbedaan itu bisa bersifat positif dan bisa bersifat negatif. Berikut ini penulis akan memaparkan berbagai karakteristik sifat manusia dengan meminjam teori Abdul Muin Salim.[18]
            Teori ini dinamakan Abdul Muin Salim sebagai teori "Halma" yang dapat digambarkan dalam gambar berikut ini:    
            Dari teori ini dapat dijelaskan bahwa manusia itu memiliki sifat sebagai berikut:
·         Manusia pada dasarnya diinginkan untuk beriman kepada Allah swt. sebagaimana yang tersebut dalam surat [2]:13
Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain Telah beriman." mereka menjawab: "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu Telah beriman?" Ingatlah, Sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh; tetapi mereka tidak tahu.
·         Manusia juga dituntut untuk menjadi muslim sebagaimana yang dinyatakan dalam surat [3]:102
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
·         Al-Qur'an juga memerintahkan manusia untuk berbuat ihsan, sebagaimana yang disebutkan dalam surat [4]:36
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Di samping hal-hal yang diperintahken tersebut ada juga sifat-sifat yang tidak diinginkan yang dimiliki oleh manusia. Hal tersebut adalah:
·         Fasik, sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur'an surat [5]:47
Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.

·         Zalim sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur'an surat [3]:57
Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, Maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan Sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.

·         Kufur sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur'an surat [2]:39
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Namun demikian ada juga manusia yang "mengkombinasikan" sifat-sifat tersebut dalam kehidupannya, misalnya; ada manusia yang beriman tetapi ia fasik dan zalim. Ada juga manusia yang mengaku dirinya muslim tetapi ia kufur dan melakukan kefasikan.

III.  PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari penjelasan di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulam sebagai berikut ini:
1.      Di antara ungkapan al-Qur'an mengenai manusia adalah dengan menggunakan kata al-insan dan al-basyar.
2.      Al-insan dan al-basyar sama-sama digunakan untuk menunjukkan: a. proses awal kejadian manusia; b. pengertian manusia secara fisik.
3.      Di antara perbedaan antara istilah al-insan dan al-basyar dalam al-Qur'an adalah: a. Istilah pertama ditujukan untuk menunjukkan esensi manusia, sementara istilah kedua digunakan untuk menunjukkan eksistensi manusia; b. istilah pertama digunakan untuk menyebutkan manusia dengan keadaan awalnya, sementara istilah kedua digunakan untuk menyebutkan manusia dalam keadaan yang lebih sempurna; c. Istilah pertama pada umumnya digunakan untuk menunjukkan aspek negatif manusia, sementara istilah kedua digunakan untuk menunjukkan aspek positif manusia.
4.      Manusia diciptakan dari tanah kemudian ditiupkan padanya ruh dan lalu diberikan akal. Karena manusia itu berakal maka ia berperilaku, baik positif maupun negatif. Terkadang juga manusia yang memiliki sifat positif berperilaku dengan perbuatan yang negatif.


B.     Implikasi
Tulisan ini telah menunjukkan berbagai aspek "kemanusiaan"-nya manusia. Yang positif harus terus diabadikan dan negatif tentu saja harus segera ditinggalkan. Tulisan ini hanya merupakan hasil penelitian sederhana penulis yang amat terikat dengan waktu dan fasilitas. Penelitian lebih luas tentu masih diharapkan untuk menyempurnakannya. 

DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur'an al-Karim
Ali, Othman. The Concept of Man in Islam  the Writings of El-Gazali, Kairo: Dar al-Maarif, 1960
al-ashfahaniy, Al-Raghib. Mufradat Alfaz al-Qur'an, Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1996
al-Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, Bandung: Pustaka Setia, 2002
HT., Qadir Gassing dan Wahyudin Halim. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Makalah, Skripsi, Tesis, dan Disertasi, Makassar: Alauddin Press, 2009
Munawwir, A.W. al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997
Qur'an ver. 3.1 [CD ROM], Sony Sugema 2003-2004
Salim, Abdul Muin. Konsep Kekuasaan Politik dalam al-Qur'an, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002
Shihab, Quraish. Membumikan al-Qur'an, Bandung: Mizan, 1994
--------, Wawasan al-Qur'an, Bandung: Penerbit Mizan,1996
Syati', Aisyah 'Abd al-Rahman Bint. Maqal fi al-Insan, Dirasah Qur'aniyyah, diterjemahkan oleh Ali Zawawi dengan judul: Manusia dalam Perspektif al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999
Zakariya, Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn. Mu'jam Maqayis al-Lughah, I dan II Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabiy wa Awladuh, 1971




[1] Disampaikan pada seminar mata kuliah Tafsir Maudlu'iy Program S3 Konsentrasi Hadis Universitas Islam Negeri Makassar.
[2] Othman Ali, The Concept of Man in Islam  the Writings of El-Gazali (Kairo: Dar al-Maarif, 1960) h. 213-215
[3] Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an, (Bandung: Mizan, 1994) h. 224
[4] Pernyataan ini diungkapkan oleh Abdul Muin Salim, Konsep Kekuasaan Politik dalam al-Qur'an, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) h. 79-80
[5]. Metode yang menghimpun seluruh hadis yang memiliki tema yang sama. Semuanya diletakkan di bawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan metode maudhu’i. lihat, Abdul Hayy al-Farmawi,  Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 43.
[6] Ibid., h. 51-56. Penulis menyesuaikan langkah-langkah tersebut dengan kebutuhan penulis. Oleh karena itu tidak semua prosedur yang diarahkan oleh rujukan menjadi acuan penelitian penulis.
[7] Qur'an ver. 3.1 [CD ROM], Sony Sugema 2003-2004
[8] Al-Raghib al-ashfahaniy, Mufradat Alfaz al-Qur'an, (Beirut: al-Dar al-Syamiyah, 1996), h. 94
[9] A.W. Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 43. dalam hal ini Munawwir menyamakan antara al-Insan dan al-Basyar.
[10] Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, (Bandung: Penerbit Mizan,1996), h. 280
[11] Al-Raghib al-ashfahaniy, loc.cit.

[12] Al-Raghib al-ashfahaniy, op.cit., h. 124
[13] Abu al-Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu'jam Maqayis al-Lughah, I dan II (Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabiy wa Awladuh, 1971), h. 251
[14] Aisyah 'Abd al-Rahman Bint Syati', Maqal fi al-Insan, Dirasah Qur'aniyyah, diterjemahkan oleh Ali Zawawi dengan judul: Manusia dalam Perspektif al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), H. 4-5
[15] Perbedaan mengenai kedua istilah bagian (a) ini juga dikemukakan oleh Abdul Muin Salim, op.cit., h. 84-85
[16] Lihat al-Qur'an surat al-baqarah [2]:3
[17] Ibid., surat al-baqarah [2]:44, 73, 75, 76, 164, 170, dan masih banyak lagi ayat lainnya. Menyatakan tentang akal ini Allah swt. tidak menggunakan kata benda (isim) tetapi menggunakan kata kerja (fi'il). Dalam hemat penulis inilah yang menandakan bahwa akal manusia itu selalu dinamis.
[18] Teori ini disampaikan pada pengantar Mata Kuliah Tafsir Maudlu'iy pada tanggal 27 Oktober 2009.